PRESS RELEASE

KOMMA BERLEBARAN PADA 30 SEPTEMBER 2008 M

[Disusun dan dipublikasikan oleh HUMAS & Jarkom KOMMA]

Sesuai dengan penghitungan Hisab sistem Taqriby (mendekati; aproksimasi) Kitab Sullam al-Nayyirain karangan Syaikh Muhammad Manshur, Ijtima’ (konjungsi) jatuh pada Hari Senin, pukul 14:00 WIB, dengan ketinggian hilal (Irtifa’ul hilal) 1 darjah 35 menit. Hitungan ini merupakan hasil perhitungan bersama secara matang oleh Komunitas Muslim Muda Alfikr [KOMMA] beserta Pesantren Assa’adah, Ciomas. Dalam kaidah Ilmu Falak, bila ijtima’ terjadi sebelum terbenam matahari, maka petang harinya sudah masuk bulan baru.

Hitungan yang sama terjadi dengan hasil hitungan Almanak Pesantren Alwardayani, Warudoyong Sukabumi, dan Almanak Majelis Ta’lim Ash-Shagiri, Tanah Baru; yang menghasilkan hitungan sama seperti di atas, hanya irtifa’ulhilal yang berbeda menit, yakni 1 darjah 38 menit. Bahkan, sistem yang sama (Hisab Taqriby) dari Kitab Fathurrouful Mannan karangan Syaikh ‘Abdul Jalil, Kudus; irtifa’ul hilal setinggi 1 darjah 40 menit.

Pertanyaannya, kenapa Almanak Pesantren Alwardayani dan Almanak Majelis Ta’lim Ash-Shagiri memulai 1 Syawwal 1429 H pada hari Rabu, tanggal 1 Oktober 2008?

Hasil perhitungan hisab bisa saja sama, namun kesimpulan bisa berbeda, karena perbedaan kriteria. Dalam Hisab, ada tiga perbedaan kriteria. Pertama, pembolehan secara mutlak (jawazihi muthlaqan) walaupun ketinggian hilal tidak mungkin dirukyat. Yang terpenting dalam kriteria ini hilal (anak bulan) telah ada (wujudl hilal); apakah nanti bisa dirukyat atau tidak, yang terpenting hilal telah ada. Hilal pada kriteria ini biasanya di bawah 2 darjah, maka pada kenyataanya tidak bisa dirukyat, dikarenakan terhalang atau tersembunyi oleh gangguan cuaca. Namun Al-muqaddar kal mawjud, yang tersembunyi itu pada hakikatnya ada; jadi, hakikat bulan tersembunyi itu pada dasarnya ada. Ulama yang berpendapat demikian ialah Syaikh Romliy dalam kitab Fatawinya dan Imam Asy-Syarqawiy dalam kitab Hasyiah ‘Alattahriir. Oleh karena itu diperbolehkan berlebaran meskipun tinggi hilal di bawah 2 darjah.

Kedua, imkanurrukyat (mungkin bisa dirukyat). Kriteria kedua ini, hisab harus menunjukkan hasil 2 (dua) darjah atau lebih. Ulama yang berpendapat demikian ialah Syaikh Qalyubiy dalam kitab Hasyiahnya dan Syaikh Qasim al-‘Ubbadiy dalam kitab Hasyiah ‘Alattuhfah. Oleh karena kedua almanak tadi digunakan oleh masyarakat umum, maka hasil hisab Syawwal 1429 H yang tidak mencapai imkanurrukyat (kemungkinan bisa dirukyat), bilangan Ramadhan pun digenapkan menjadi 30 hari. Alhasil, awal Syawwal 1429 H menurut kedua kalender tersebut dimulai dari tanggal 1 Oktober 2008.

Ketiga, maqthu’urrukyat (pasti bisa dilihat). Kriteria ketiga ini mensyaratkan irtifa’ul hilal harus mencapai 8 (delapan) darjah. Ulama yang berpendapat demikian ialah Sayyid ‘Umar al-Bashari dalam Kitabnya Hasyiah ‘Alattuhfah dan Imam Asy-Syirwani dalam kitab Hasyiahnya.

Dari ketiga kriteria di atas, KOMMA beserta Pesantren Assa’adah meyakini awal Syawwal 1429 H dimulai sejak 30 September 2008 M, karena pada dasarnya bulan secara Rukyat bil ‘Ilmi (Hisab) bisa diperkirakan jatuh pada Selasa, dengan ketinggian Hilal 1 (satu) darjah 38 menit.

Bagaimana dengan Hizbuttahriir (HT) yang melakukan hal sama, yakni mengawali 1 Syawwal 1429 H pada hari yang sama?

HT melakukan demikian karena berpegang pada rukyat global, yakni berpatokan pada kota Makkah dan sekitar jaziran ‘Arab. Apabila Makkah sudah memulai Syawwal, HT mengikutinya. Pendapat seperti ini tidak tepat, karena mathla’ Indonesia dengan Saudi Arabia berbeda. Oleh karena itu, meskipun KOMMA mengikuti shalat ‘ied bersama salah satu jama’ah ‘Iedul Fitri HT, bukan berarti KOMMA mengikuti pendapat HT. KOMMA hanya mengikuti shalat ‘ied saja.

Adapun dengan ketidakikutannya KOMMA dengan hasil itsbat Pemerintah tentang penetapan awal Syawwal melalui rukyat, KOMMA meyakini Hilal awal Syawwal telah nampak pada Selasa, 30 September 2008 yang dibuktikan dengan hasil hisab seperti tersebut di atas. Bagi masyarakat ‘awam disarankan untuk mengikuti hasil ketetapan (itsbat) pemerintah mengenai awal Syawwal.

Untuk menghindari kecurigaan, sebaiknya jama’ah yang melakukan lebaran lebih dulu, dianjurkan untuk menyamarkan dan tidak menampakkan berbukanya. Kita harus menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi.

Wallohu a’lam bish-shawab.

Keluarga besar KOMMA & Pesantren Assa’adah mengucapkan

Selamat ‘Iedul Fitri 1429 H. Mohon ma’af lahir dan batin.

Tinggalkan komentar